IPNU
IPPNU KARANGKOBAR-Salah satu ilmu terpenting untuk
memahami al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. adalah Ilmu Nahwu Shorof, yang mana
keduanya ditulis dengan bahasa Arab dan tidak akan bisa dipahami kecuali dengan
keduanya.
Ilmu
Nahwu adalah ilmu yang membahas tentang perubahan harakat akhir dalam kalimat,
yang mana jika seseorang salah dalam memberi harokat suatu teks arab terlebih
al-Qur’an dan Sunnah maka akan merubah makna teks tersebut.
Oleh
sebab itu, ilmu Nahwu Shorof diibaratkan dengan“An-Nahwu Abu al-Ilmi wa
al-Shorf Ummuhu (Ilmu Nahwu adalah Bapakya segala ilmu sedangkan Ilmu Shorof
adalah Ibunya).
Tentang
pentingnya ilmu Nahwu Shorof, Al-Imam Mujahid mengatakan, “Tidak halal bagi
orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir berbicara tentang Kitab Allah
(Agama Allah) sedang ia tidak tahu akan ilmu Nahwu.”
AKIBAT TIDAK TAHU ILMU
NAHWU SHOROF
Perbedaan
dalam meng-i’rob (memberi harokat) al-Qur’an, akan berakibat pada perbedaan
makna yang dikandungnya.
Sebagai
contoh, kita tahu bahwa huruf athof wawu (و) artinya dalam bahasa Indonesia
adalah “dan”, contoh جاء محمد وعمر: artinya adalah Muhammad dan umar datang.
Tapi, datangnya Muhammad tersebut secara bersamaan atau muhammad datang baru
setelah itu baru disusul Umar? Di sinilah penguasaan Ilmu Nahwu Shorof akan
sangat menentukan.
Huruf
Athof dalam Ilmu Nahwu bisa berarti Mutlaqil Jam’i (berkumpul) dan bermakna
Tartib (berurutan), jika Huruf Athof itu bermakna yang pertama, maka : kata جَاءَ
مُحَمَّدٌ وَعُمْر Maka artinya adalah: Muhammad dan umar sama-sama datang.
Tetapi
kalau wawu athaf di sini bermakna li tartib maka arti dari kalimat: جاء محمد وعمر
di sini adalah: Muhammad datang, kemudian setelah itu baru Umar, jadi
berurutan.
PERBEDAAN PENDAPAT
FIKIH TERSEBAB PENGUASAAN ILMU NAHWU SHOROF
Mari
kita amati bagaimana ilmu Nahwu Shorof sangat berpengaruh pada hasil istinbath
hukum para Ulama Fikih. Kita ambil contoh dalam bab tata cara wudhu. Allah
berfirman dalam surat Al-Maidah,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang
beriman jika kamu henda melakukan sholat, maka basulah wajahmu- dan
tangan-tanganmu sampai siku-sikumu, dan usaplah kepalamu dan kakimu sampai
kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 06)
Jika
wawu athaf yang ada pada ayat ini bermakna tartib, maka hendaknya wudhu harus
dilakukan secara tertib/berurutan, yaitu: dengan membasuh muka kemudian kedua
tangan, mengusap sebagian kepala, dan membasuh kedua kaki, sebagaimana Madzab
Syafi’i dan Jumhur Ulama (mayoritas ulama). Dengan kata lain tidak boleh
mendahulukan tangan kemudian baru membasuh muka.
Berbeda
dengan Syafiiyyah, ulama’ Hanafiyyah tidak mensyaratkan wudhu’ harus
tartib/berurutan. Sebab mereka memaknai wawu Athof tersebut sebagai Mutlaqul
Jam’i, maka berwudhu tidak harus berurutan,
boleh tangan dulu setelah itu baru membasuh muka dan seterusnya. Hal ini
dikarenakan bahwa Maqashid atau tujuan dari wudhu adalah Thoharoh, maka ketika
semua anggota wudhu terbasuh maka sah wudhunya.
Perbedaan
meng-athofkan sebuah kalimat juga menyebabkan mereka berbeda pendapat dalam hal
membasuh/mengusap kaki dalam berwudhu.
Pendapat
Mayoritas Ulama’ bahwa kata و أرجلكم
dibaca nashob karena diathofkan pada
kata وجوهكم yang dibaca Nashob. Di sini Allah memerintahkan orang Mukmin
untuk membasuh muka. Maka jika kata أرجلكم diathofkan pada kata وجوهكم maka
kaki harus dibasuh sebagaimana membasuh muka.
Beda
dengan Madhzab al-Zhahiri, yang meng-athofkan kata أرجلكم kepada kata برؤُوسكم yang dibaca jer,
yang mana Allah memerintahkan untuk mengusap kepala, jika أرجلكم diathofkan
pada kata رءوسكم yang dibaca jer, maka cukup hanya dengan mengusap kaki tidak
membasuhnya.
Inilah pentingnya
pahami ilmu Nahwu-Shorof untuk memahami makna yang terkandung dalam al-Qur’an.
.
Kukuh Adi Irawan